Selasa, 19 November 2024

Selera Musik Gen BABY BOOMERS

Perilaku Individu musik

indonesia di era 'Baby 

boomers' dan gen 'x'

Superfriends, perkembangan dunia musik di era tertentu erat sekali hubungannya dengan perilaku masyarakatnya, berkaitan dengan bagaimana kondisi sosial politik dan perkembangan teknologinya di era itu. Kehidupan bermusik di dalam masyarakat juga sangat dipengaruhi dengan karakter-karakter individunya. 

Nah, kali ini gue akan membahas tentang pengaruh karakter individu terhadap kehidupan bermusik khususnya anak muda dari generasi ke generasi beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya

Istilah “Baby Boomers”, “Gen X”, “Gen Y”, “Millennials”, “Gen Z”, dan “Gen Alpha” digunakan untuk mengelompokkan individu berdasarkan generasi kelahirannya. Setiap generasi ini memiliki karakter yang berbeda karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti lingkungan, sosial, budaya, hingga politik.

Generasi Baby Boomers (1946-1964)

Generasi “Baby Boomers” adalah mereka yang lahir antara tahun 1946-1964, tepatnya setelah Perang Dunia II berakhir. Generasi Baby Boomers menjadi bagian penting dari populasi terpenting di dunia, khususnya di negara maju. Pasalnya, pasca perang dunia kedua usai, tingkat kelahiran di seluruh dunia melonjak, sehingga terjadilah ledakan bayi baru lahir atau baby boom. Makanya, generasi mereka diberi julukan “Boomer”.

Lahir dan dibesarkan oleh orang tua yang sangat strict membuat para Boomers menjadi individu yang memiliki tingkat kedisiplinan yang tinggi, mental dan prinsip yang kuat, serta berpegang teguh pada loyalitas dan dedikatif.

Supefriends, Boomers umumnya juga cukup adaptif, dapat menyesuaikan diri, dan mudah menerima. Buktinya, meskipun Boomers sudah menua ketika teknologi berkembang, mereka masih bisa beradaptasi dan jarang mengalami kesulitan untuk mengikuti kecanggihan teknologi di eranya

  • Sulit menerima kritik, namun suka mengkritik generasi muda akibat kurang komitmen dan etika kerja
  • Memiliki rasa kompetitif yang tinggi
  • Berorientasi pada pencapaian
  • Punya rasa percaya diri yang tinggi
  • Serba bisa

Generasi X (1965-1976)

Awalnya, nama dari Generasi X adalah “Gen Bust”, karena tingkat kelahiran pada generasi ini secara substansial lebih rendah daripada Boomers. Gen X lahir pada masa awal dari penggunaan komputer, televisi kabel, video games, dan internet, yakni pada tahun 1965-1976, pastinya mereka mengalami era ketika floppy disk atau disket masih digunakan sebagai media penyimpanan.

Dibesarkan oleh Boomers, Gen X dijuluki sebagai “The Latchey Kids” atau anak-anak yang merasa kesepian lantaran ditinggal orang tuanya bekerja. Meski demikian, Gen X memiliki karakteristik positif seperti disiplin, pekerja keras, banyak akal, logis, mandiri, mengutamakan work-life balance, dan mampu memecahkan masalah dengan baik. Karakter ini dipengaruhi oleh kondisi dunia yang pada saat itu sedang mengalami beragam krisis ekonomi, sehingga mereka dituntut untuk mandiri dan pintar dalam mencari peluang.

Karakteristik Gen X:

  • Dibandingkan dengan Baby Boomer, Gen X lebih memiliki kemampuan informal yang lebih baik.
  • Membutuhkan validasi secara emosional.
  • Mandiri dan banyak akal
  • Dapat menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi

Dari sini kita akan menghitung maju di usia ke-25 dari tahun kelahiranya sebagai parameter kematangan seseorang di usia dewasa sebagai individu yang tumbuh di era generasinya 

Di sini akan kita bahas tentang kecenderungan-kecenderungan yang diakibatkan dari seperti apa yang sudah di jelaskan di atas dalam konteks kehidupan bermusik

Ketika generasi Baby Boomers berusia 25 tahun, mereka berada di rentang tren musik 1970-an hingga akhir 1980-an. Di era ini adalah era westernisasi, ketika hal-hal berbau Barat yang booming di era itu masuk ke tanah air lewat trend musiknya, seperti apa yang dibawakan oleh The Beatles, Led Zepplein, Deep Purple, hingga Duran Duran. Eksistensinya sangat di tentang oleh masyarakat bahkan negara.

Sebagaimana dijelaskan di atas, sikap mental anak muda di era ini membuat mereka mempan dengan berbagai halang-rintang, seperti yang kita ketahui bagaimana musik pop diperjuangkan di era itu oleh Koes Plus, D’lloyd, Bimbo, hingga Betaria Sonata, dan Nia Daniaty, sampai berujung pertentangan dengan kebijakan pemerintah. Di masa itu, Ucok Aka dan Gito Rollies misalnya, bersikukuh dengan ekspresi musiknya yang dianggap melawan norma kesopanan. 

Generasi boomers yang rata-rata terdidik dengan kedsiplinan yang ketat ini mencetak deretan musisi dan musikalitas yang berkualitas. Sifat kompetitif dan berorientasi masa depan yang mendorong munculnya berbagai festival kompetisi musik sebagai standar kualitas musisi di era itu seperti lomba bintang radio dan televisi di era 1970-an hingga fesival Rock Log Zhelebour di era 1980-an.

Begitu pula dengan masyarakat pencinta musik di era itu. Mereka memperjuangkan eksistensinya, simbol-simbol musik sebagai apresiasi seni sangat diperjuangkan dari cara berpakaian hingga gaya rambut gondrong yang menjadi sebuah pertentangan di era itu, bersamaan dengan masuknya budaya hippies di kalangan muda mudi yang keberadaanya dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa oleh masyarakat kala itu.

Keterbatasan, ketidakmudahan, dan pertentangan yang membuat masyarakat bermusik di era ini justru lebih totalitas dan berkualitas. Generasi musik di era ini lebih konsisten dan berdedikasi dalam perkembanganya generasi ini juga sangat adaptif, bahkan mereka masih konsisten berkarya hingga kini. 

Generasi ini banyak melahirkan musisi-musisi legendaris di Indonesia, seperti Iwan Fals, Chrisye, Roma Irama, Godbless, dan masih banyak lagi. Begitu pula dengan pecinta musik di era ini yang cenderung loyal bahkan mereka yang berusia lanjut pun mampu beradaptasi mengikuti perkembangan musik yang dicintainya lewat media masa kini. 

Walaupun sebagaian besar masyarakat pecinta musik di era ini berada di lingkungan formal—karena di era ini masyarakatnya masih terpengaruh pendidikan lama, faktor budaya membuat tidak banyak masyarakat yang mengabdikan dirinya di dunia informal termasuk dunia seni musik dan industrinya.

Sedangkan pada Generasi X, tumbuh di era 1090-an, era itu dikenal sebagai “Golden Era”. Mereka-mereka yang beranjak dewasa ketika komputerisasi pertama kali dipoppulerkan. Generasi ini hidup di era eksistensi atau “The Mecca of Existence”,

Sebuah perubahan besar industri musik dunia juga terjadi di era ini. Dunia digital mulai dikenal dan menggeser dunia analog, format CD menggantikan pita kaset dan vinyl, bergesernya selera musik rock dari era glamrock ke rock alternatif yang memunculkan figur-figur baru yang membalik 360 derajat sosok ideal dari era sebelumnya seperti Sebastian Bach dan Axl Rose digantikan oleh sosok Curt Cobain dan Thom Yorke. Kemudian tergesernya boombap dengan musik dance RnB, house music pun sudah mulai meninggalkan turntable dan digantikan dengan DJ yang pada era itu dianggap lebih praktis.

Kemudian di era Gen Z, industri musik Indonesia mengalami era keemasannya. Para musisi dan band-band besar Indonesia meledak di era ini seperti Slank, Dewa19, Padi, Netral, Kahitna, dan masih banyak lagi.

Meledaknya dunia industri musik mainstream ini dibarengi dengan mulai tumbuhnya pergerakan minoritas di kancah grassroots, yaitu musisi kampus dan komunitas musik lokal yang memunculkan gaya-gaya baru yang terpengaruh oleh pergerakan minoritas tokoh musik dunia yang mulai terlihat berhasil di kancah musik dunia.

Sebagai efek komputerisasi, ada beberapa anak muda dengan intelektualitas bermusiknya mulai merambah dunia internet, sehingga di era ini masyarakat musik mulai dimudahkan dengan referensi dan pengetahuan yang lebih aktual.

Sebuah pergeseran di era ini terjadi ketika anak muda mulai beranjak berfikir liberal dengan kemudahan akses bergaul dengan dunia luar. Muncullah karakter mandiri dan banyak akal untuk melawan pola-pola konvensional yang terbentuk oleh generasi sebelumnya. 

Kemudian munculah istilah underground, musik independen, atau biasa disebut dengan musik indie, zen, kultur Do It Yourself (DIY).

Di era ini pertama kali musik musik anti mainstream disebarkan oleh intelektual musik yang kebanyakan berbasis di kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta, Surabaya, dan Jogjakarta. Mereka membentuk jaringan menyebarkan virus independensi dan perlawanan terhadap musik mainstream lewat distro-distro. Sehingga di era ini, mulailah babak perang dingin antar musisi dan pelaku industrinya yaitu kubu major label dengan kubu indie label.

Karakter individu di era ini lebih menghayati musiknya yang dijadikan sebagai karaker pribadinya. Salah satu ciri individu Genersi X yang membutuhkan validasi secara emosional, muncullah personal-personal yang mempunyai identitas khusus sebagai punk rocker, skater, metal head, rudeboy, dan sebagainya. 

Ada dua ombak besar yang terjadi di era ini yaitu krisis ekonomi dan merebaknya penggunaan narkoba di kalangan musisi di era itu. Bahkan tokoh-tokoh idola mereka banyak yang meninggal dunia karena narkoba, sehingga mereka yang mampu bertahan di era ini adalah generasi musik yang bermental kuat.

Salah satu karakter generasi ini adalah pandai mencari jalan keluar, maka tidak heran di era ini marak dengan gerakan-gerakan kolektif dari gigs hingga pentas seni. Media-media alternatif mulai bermunculan seperti zine, dan beragam hal lainnya yang mereka gerakkan di luar jalur mainstream.

Hal ini menjadi sebuah perbandingan bagaimana musik tumbuh di generasinya. Membahas dua generasi Baby Bomeers dan Generasi Y adalah fase pergolakan yang mungkin bisa menjadi informasi dan inspirasi bagi generasi sekarang.

Superfriends, gue akan sambung tulisan berikutnya dengan fase perjuangan, antara Generasi Y, Gen Z, dan Generasi Alpa berperan di eranya.


Sumber : https://superlive.id/supermusic/artikel/noize/perilaku-individu-musik-indonesia-di-era-baby-boomers-dan-gen-x

0 komentar:

Posting Komentar